Mengenal Uji Hipotesis Melalui Eksperimen Pertumbuhan Tanaman

Mengapa uji hipotesis dalam Statistika Inferensial masuk akal? Artikel ini mengenalkan konsep uji hipotesis melalui ilustrasi hipotetis. Ilustrasi tersebut menceritakan bagaimana seorang anak yang membangun ide-ide dasar uji hipotesis melalui proses pemecahan masalah Statistika.


Alex melakukan sebuah eksperimen. Dia memiliki 21 biji kacang merah. Dia pilih 11 biji secara acak untuk ditanam di tempat gelap. Sisanya, dia tanam di tempat yang terang. Setelah beberapa hari, dia catat tinggi setiap tanaman kacang merahnya. Dia bandingkan tinggi tanaman yang tumbuh di tempat gelap dan terang.

Eksperimen Alex tersebut menyediakan kesempatan belajar yang kaya. Tentu, eksperimen tersebut memungkinkan Alex untuk membangun dan mengasah keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses tersebut merupakan elemen utama dalam pembelajaran IPA(S).

Tak hanya itu, eksperimen tersebut juga sangat dekat dengan pembelajaran Statistika, baik proses maupun kontennya. Eksperimen tersebut membuat Alex melakukan proses pemecahan masalah Statistika, seperti yang diperlihatkan Gambar 1. Selain itu, eksperimen tersebut juga memungkinkan Alex untuk mempelajari topik-topik Statistika, mulai dari topik-topik dasar (seperti metode pengumpulan dan pencatatan data, penyajian data, serta ukuran pemusatan dan penyebaran data) bahkan sampai topik tingkat lanjut, yaitu uji hipotesis.

Proses pemecahan masalah Statistika: memformulasikan pertanyaan, mengumpulkan/mempertimbangkan data, menganalisis, dan menginterpretasi hasil.
Gambar 1. Proses pemecahan masalah Statistika

Nah, karena begitu kayanya kesempatan belajar yang disediakan oleh eksperimen tersebut, artikel ini hanya berfokus pada dua hal. Pertama, artikel ini mencoba berhipotesis tentang proses pemecahan masalah Statistika yang mungkin dilakukan Alex. Kedua, artikel ini membahas potensi Alex dalam menggunakan penalaran inferensi informal untuk membangun ide-ide dasar uji hipotesis. Kedua tujuan tersebut dikemas dalam sebuah cerita fiktif tentang Alex dan eksperimennya.

  1. Memformulasikan Pertanyaan
  2. Mengumpulkan Data
  3. Menganalisis
  4. Menginterpretasi Hasil
  5. Catatan Akhir

Memformulasikan Pertanyaan

Ceritanya diawali dari rasa ingin tahu Alex. Dia ingin tahu tentang pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan tanaman. Keingintahuan itu mungkin berasal dari pengamatan pribadinya atau provokasi dari orang lain, gurunya misalnya. Rasa ingin tahunya tersebut kemudian dia formulasikan menjadi pertanyaan seperti berikut.

Apakah intensitas cahaya berpengaruh terhadap ketinggian tanaman, khususnya kacang merah?

Terhadap pertanyaan tersebut, Alex memiliki dugaan bahwa memang betul intensitas cahaya memengaruhi ketinggian tanaman kacang merah. Akan tetapi, dia juga menyadari bahwa dugaannya tersebut bisa salah. Dia pernah mengamati ladang di depan rumahnya. Dia melihat ada tanaman yang mendapatkan paparan sinar matahari yang cukup dan tanaman tersebut lebih tinggi dibandingkan tanaman-tanaman yang sering berada pada bayangan pohon-pohon di sekitarnya. Demikian juga sebaliknya, dia juga melihat ada tanaman yang sering berada pada bayangan pohon-pohon di sekitarnya, tetapi tanaman tersebut lebih tinggi dibandingkan tanaman-tanaman yang mendapat paparan sinar matahari yang cukup.

Oleh karena itu, Alex juga mempertimbangkan bahwa dugaannya salah. Jika dugaannya salah, dia berpikir bahwa intensitas cahaya tidak memengaruhi ketinggian tanaman kacang merah. Untuk memastikan pemikirannya tersebut, dia memutuskan untuk melakukan eksperimen.

Mengumpulkan Data

Alex mendesain sebuah eksperimen. Dia membeli sekantong biji kacang merah dan dia rendam biji-biji tersebut selama sehari penuh. Dari biji-biji yang tenggelam, dia pilih 21 biji secara acak. Setelah itu, dia siapkan sepuluh gelas air mineral. Dalam setiap gelas tersebut, dia masukkan kapas yang telah dia basahi dengan air yang sama. Dia labeli lima gelas tersebut dengan “terang” dan sisanya dengan “gelap”. Dia tanam 21 biji kacang merahnya ke dalam sepuluh gelas tersebut secara acak sehingga terdapat sembilan gelas yang berisi dua biji dan ada satu gelas yang berisi tiga biji. Selanjutnya, dia letakkan gelas yang berlabel “terang” ke halaman rumahnya dan gelas yang berlabel “gelap” ke dalam gudang, perhatikan Gambar 2. Selama tiga hari, dia selalu mengatur agar gudang tersebut gelap (jendela dan tirainya tidak pernah dibuka dan lampunya selalu dalam kondisi tidak menyala).

Desain eksperimen Alex. Dia meletakkan 11 biji kacang merah ke dalam lima gelas yang berlabel "gelap". Sisanya, dia letakkan ke dalam gelas yang berlabel "terang".
Gambar 2. Desain eksperimen penanaman 21 biji kacang merah

Setelah tiga hari, Alex mengukur ketinggian semua tanaman kacang merah tersebut dengan teliti. Hasilnya dia catat ke dalam sebuah tabel. Data yang dia peroleh disajikan pada Tabel 1.

No.Tinggi Tanaman (cm)Tempat Hidup
13,3Gelap
24,2Gelap
33,1Gelap
43,6Gelap
54,3Gelap
63,4Gelap
73,4Gelap
83,3Gelap
93,5Gelap
103,7Gelap
114,1Gelap
122,7Terang
132,6Terang
142,9Terang
152,6Terang
162,9Terang
172,8Terang
182,1Terang
193,1Terang
202,9Terang
213,4Terang
Tabel 1. Data tinggi tanaman kacang merah setelah tiga hari

Menganalisis

Alex sudah mendapatkan data. Dia tidak sabar untuk menguji dugaannya. Karena dia sudah familier dengan CODAP, dia inputkan datanya ke dalam perangkat lunak tersebut. Dalam perangkat lunak tersebut, dia visualisasikan datanya ke dalam diagram titik. Tak hanya itu, dia juga hitung rerata dan simpangan bakunya. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3.

Hasil analisis Alex yang dilakukan melalui perangkat lunak CODAP. Hasil analisis tersebut disajikan ke dalam tabel dan diagram titik.
Gambar 3. Hasil analisis data eksperimen melalui CODAP

Berdasarkan hasil tersebut, Alex gembira bukan kepalang! Dia melihat bahwa tanaman-tanaman kacang merah yang hidup di tempat yang gelap lebih tinggi daripada yang hidup di tempat yang terang. Dugaannya benar! Dia menyimpulkan bahwa intensitas cahaya berpengaruh terhadap tinggi tanaman kacang merah.

Dengan penuh semangat dia melaporkan hasil eksperimennya kepada gurunya. Gurunya juga sangat senang melihat semangat dan renjana yang ditunjukkan Alex. Karena guru tersebut tahu betul kemampuan Alex, dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada Alex.

Alex, kamu yakin kesimpulanmu masih berlaku untuk semua tanaman kacang merah? Kamu kan hanya menanam 21 biji kacang merah? Apakah tanaman-tanaman kacang merah lain juga sesuai dengan kesimpulanmu itu?

Bagaikan petir di siang bolong! Alex betul-betul tidak mengantisipasi pemikiran seperti itu. Sesampainya di rumah, dia masih memikirkan pertanyaan-pertanyaan gurunya tersebut. Dalam benaknya dia bertanya-tanya, “Bagaimana bisa aku membuat kesimpulan yang berlaku untuk semua tanaman kacang merah? Tidak mungkin!”

Setelah beberapa lama, Alex membuka pikirannya. Sekarang dia mempertimbangkan kemungkinan bahwa dugaan awalnya salah. Dalam benaknya, dia bertanya-tanya seperti ini.

Bagaimana jika memang intensitas cahaya tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman?

Pertanyaan tersebut mendorong Alex untuk bertanya-tanya lagi, “Jika memang demikian, apa yang terjadi apabila aku melakukan eksperimen lagi?” Kemudian dia mengamati kembali datanya pada Tabel 1. “Aha!” Alex mendapatkan pencerahan. Dia berpikir bahwa dalam eksperimen khayalan tersebut, dia bisa saja mendapatkan tanaman-tanaman yang tingginya persis sama dengan data pada Tabel 1, tetapi dari tempat hidup yang berbeda. Misalnya, jika awalnya tanaman dengan tinggi 3,5 cm dari tempat gelap, bisa saja di eksperimen berikutnya tanaman itu dari tempat terang. Berdasarkan hal ini, dia berpikir seperti ini, “Aku dapat mengacak isi kolom Tempat Hidup, dong!”

Dia melakukan apa yang dia pikirkan. Dia mengacak isi kolom Tempat Hidup sehingga datanya menjadi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

No.Tinggi Tanaman (cm)Tempat Hidup
13,3Gelap
24,2Gelap
33,1Gelap
43,6Gelap
54,3Gelap
63,4Gelap
73,4Terang
83,3Terang
93,5Terang
103,7Gelap
114,1Gelap
122,7Terang
132,6Gelap
142,9Terang
152,6Terang
162,9Gelap
172,8Gelap
182,1Terang
193,1Terang
202,9Terang
213,4Terang
Tabel 2. Data setelah isi dalam kolom Tempat Hidup diacak

Setelah itu, dia analisis ulang data tersebut dengan memvisualisasikannya ke dalam diagram titik. Dia juga hitung rerata dan simpangan bakunya. Hasilnya disajikan pada Gambar 4.

Hasil pengacakan/simulasi Alex yang disajikan ke dalam tabel dan diagram titik. Penyajian data tersebut dilakukan melalui CODAP.
Gambar 4. Hasil analisis data setelah pengacakan kolom Tempat Hidup

Alex mendapatkan hasil yang kurang lebih sama. Rerata tinggi tanaman di tempat gelap lebih besar daripada yang hidup di tempat terang. Tetapi, dia juga mencermati adanya perbedaan. Perbedaanya terletak pada selisih reratanya. Awalnya, selisih reratanya adalah 3,672 – 2,8 = 0,872. Sekarang, selisih reratanya adalah 3,455 – 2,99 = 0,465.

Alex penasaran. Bagaimana jika dia mengulang proses pengacakan tersebut, kemudian setiap prosesnya dia hitung selisih rerata tersebut? Dia beri makan rasa penasarannya. Hasilnya dia sajikan pada Tabel 3.

PengacakanRerata Tinggi Tanaman di Tempat GelapRerata Tinggi Tanaman di Tempat TerangSelisih Rerata
13,4552,990,465
23,0643,42–0,356
33,0823,4–0,318
43,2093,26–0,051
53,2183,25–0,032
63,33,160,14
73,1363,34–0,204
83,1643,31–0,146
93,2453,220,025
103,1643,31–0,146
Tabel 3. Rerata dan selisih rerata dari sepuluh pengacakan

Setelah itu, dia lihat distribusi kolom Selisih Rerata pada Tabel 3 dengan menggunakan diagram titik. Dia gunakan distribusi tersebut sebagai pembanding selisih rerata pada eksperimennya. Hasilnya disajikan pada Gambar 5.

Distribusi statistik 10 selisih rerata sampel yang disajikan ke dalam diagram titik.
Gambar 5. Selisih rerata 0,872 (garis berwarna hijau) dibandingkan dengan distribusi dari 10 selisih rerata ketika dianggap intensitas cahaya tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman.

Berdasarkan Gambar 5 tersebut, Alex mulai mendapatkan pencerahan. Jika dia menganggap bahwa intensitas cahaya tidak memengaruhi tinggi tanaman kacang merah, dia tidak pernah mendapatkan pengacakan yang selisih reratanya sebesar selisih rerata dalam eksperimennya. Hal ini membuat dia berpikir, “Jika memang benar bahwa intensitas cahaya tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman kacang merah, berarti kemungkinan aku mendapatkan data seperti data eksperimenku ini sangat kecil dong?”

Untuk memastikannya lagi, dia melakukan 90 pengacakan ulang agar totalnya menjadi 100. Distribusi selisih rerata 100 pengacakan tersebut ditunjukkan pada Gambar 6.

Distribusi statistik 100 selisih rerata sampel yang disajikan ke dalam diagram titik.
Gambar 6. Selisih rerata 0,872 (garis berwarna hijau) dibandingkan dengan distribusi dari 100 selisih rerata hasil pengacakan.

Gambar 6 masih mendukung temuan Alex sebelumnya. Selisih rerata sebesar 0,872 masih menjadi nilai yang sangat jauh terhadap distribusi selisih rerata lainnya. Dia masih tidak puas. Dia melakukan 900 pengacakan lagi agar total pengacakannya menjadi 1.000. Hasilnya disajikan pada Gambar 7.

Distribusi statistik 1000 selisih rerata sampel yang disajikan ke dalam diagram titik.
Gambar 7. Selisih rerata 0,872 (garis berwarna hijau) dibandingkan dengan distribusi dari 100 selisih rerata hasil pengacakan.

Alex memutuskan untuk menghentikan pengacakan tersebut. Dia menganggap 1.000 sudah cukup meyakinkan dia. Dia yakin bahwa dengan menganggap bahwa intensitas cahaya tidak memengaruhi tinggi tanaman kacang merah, kemungkinan dia mendapatkan data dari eksperimennya itu (yaitu dengan selisih rerata 0,872) sangatlah kecil. Bahkan dengan 1.000 kali pengacakan, dia sama sekali tidak mendapatkan selisih rerata yang dekat dengan 0,872. Terkait dengan hal ini, berarti ada dua kemungkinan.

  1. Intensitas cahaya tidak memengaruhi tinggi tanaman kacang merah. Dia mendapatkan selisih rerata sebesar 0,872 dalam eksperimen itu hanya kebetulan saja.
  2. Intensitas cahaya memang memengaruhi tinggi tanaman kacang merah.

Dari dua kemungkinan tersebut, kemungkinan kedualah yang menurut Alex lebih masuk akal. Bukannya dia tidak percaya dengan kebetulan. Akan tetapi berdasarkan Gambar 6, kemungkinannya benar-benar kecil (hampir mustahil) dia memperoleh data eksperimennya (yaitu dengan selisih rerata 0,872) jika dianggap intensitas cahaya tidak memengaruhi tinggi tanaman kacang merah.

Menginterpretasi Hasil

Berdasarkan analisis yang telah dilakukannya, Alex membuat sebuah kesimpulan seperti berikut.

Data eksperimen yang aku dapatkan menunjukkan bahwa intensitas cahaya kemungkinan besar memengaruhi tinggi tanaman kacang merah.

Berdasarkan proses yang dilaluinya, Alex mendapatkan pelajaran berharga. Dia dapat membuat kesimpulan tentang “sesuatu hal yang lebih besar” dengan menggunakan datanya yang terbatas. Dia tidak sabar untuk menceritakan kesimpulan dan pelajaran berharga tersebut kepada guru dan teman-temannya.

Catatan Akhir

Kita telah melihat cerita fiktif tentang Alex yang melakukan proses pemecahan masalah Statistika. Proses ini dimulai dari memformulasikan pertanyaan sampai menginterpretasi hasil. Ilustrasi tersebut juga menceritakan bagaimana Alex menggunakan ide-ide dasar uji hipotesis untuk memecahkan permasalahannya. Pertama, dia memformulasikan pertanyaan penyelidikannya. Berdasarkan pertanyaannya itu, dia merumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif seperti berikut.

H0: Intensitas cahaya tidak memengaruhi tinggi tanaman.
HA: Intensitas cahaya memengaruhi tinggi tanaman.

Selanjutnya, Alex menyadari dia dapat mengulang-ulang pengumpulan datanya dengan mengasumsikan H0 benar. Dari pengulangan tersebut, dia juga menyadari bahwa sampel-sampel yang dia peroleh hasilnya bervariasi. Variabilitas sampel itu oleh Alex direpresentasikan ke dalam diagram titik pada Gambar 6. Nah, variabilitas sampel itulah yang dia gunakan sebagai pembanding statistik dari hasil eksperimennya. Setelah dibandingkan, ternyata sampelnya merupakan kejadian yang hampir mustahil jika H0 diasumsikan benar. Oleh karena itu, dia memilih HA yang benar, alih-alih H0.

Kita perhatikan kembali kesimpulan Alex pada bagian Menginterpretasi Hasil. Dari kesimpulan tersebut, pertama, kita tahu bahwa klaimnya melampai data sampel yang dia miliki. Dia tidak hanya berbicara tentang 21 tanaman kacang merah yang dia tanam, tetapi tanaman kacang merah secara umum, yaitu populasinya. Kedua, pernyataan, “[d]ata eksperimen yang aku dapatkan menunjukkan …”, memperlihatkan bagaimana dia membuat klaim yang berbasis data, bukan berdasarkan pengalaman anekdot belaka. Ketiga, dia juga menggunakan bahasa probabilistik dalam klaimnya, yaitu “kemungkinan besar”. Bahasa seperti ini menunjukkan bagaimana dia menyadari adanya ketidakpastian dalam proses pemecahan masalah yang dia lakukan. Ketiga hal itu merupakan indikasi dia telah bernalar inferensi meskipun penalarannya masih informal.


Foto yang digunakan sebagai gambar sampul artikel ini bersumber dari CHUTTERSNAP / Unsplash.

Diterbitkan oleh Yosep Dwi Kristanto

Yosep Dwi Kristanto adalah seorang dosen di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Topik yang ia minati adalah pendidikan matematika dan statistika, teknologi pembelajaran, dan penalaran kovarian. Ia suka bercengkerama dengan keluarga, belajar hal baru maupun memperdalam yang sudah ia tahu (biasanya melalui membaca dan menulis), meneliti bagaimana matematika tumbuh dan berkembang di dalam benak dan pikiran peserta didik, dan menonton film aksi dan misteri.

Tinggalkan komentar